• LinkedIn
  • Join Us on Google Plus!
  • Subcribe to Our RSS Feed

Boldy is a Free Blogger Template. Put here a description of your amazing website! In your template's code look for: <!-- BEGIN BLURB -->

Kamis, 27 Juli 2017

RAMADHAN BULAN KEMENANGAN

02.05 // by Abd Ghofar Syarief // // No comments

Sejarah mencatat, bahwa Ramadhan adalah :

1. Bulan kesuksesan dan kemenangan besar diraih ummat Islam
2. Bukan bulan malas dan lemah
3. Kemenangan perang Badar Kubro tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriyah
4. Abu Jahal, terbunuh.Pada bulan Ramadhan
5. Fathu Makkah terjadi tanggal 10 Ramadhan tahun 8 (delapan) Hijriyah
6. Pertempuran dalam perang Tabuk terjadi pada bulan Ramadhan tahun 9 H
7. Tersebarnya Islam di Yaman pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah
8. Khalid bin Al Walid menghancurkan berhala Uzza tanggal 25 Ramadhan tahun 8 Hijriyah
9. Dihancurkannya berhala Latta pada bulan Ramadhan tahun 9 Hijriyah
10. Ditaklukkannya Andalus (Spanyol sekarang) di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad pada tanggal 28 Ramadhan tahun 92 Hijriyah
11. Peperangan ‘Ain Jalut, dimana untuk pertama kalinya pasukan Islam berhasil mengalahkan bangsa Mongol Tartar pada bulan Ramadhan tahun 658 Hijriyah.

Senin, 29 Juni 2015

20.52 // by Abd Ghofar Syarief // 1 comment


Beratnya ber’azam

Untuk berangkat dengan niat yang benar dan tekad yag kuat; krn pasti Allah akan menolong !

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla  berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu).



Fase 10 Hari Pertengahan Ramadhan

20.48 // by Abd Ghofar Syarief // No comments


Fase 10 Hari Pertengahan Ramadhan

Bulan suci Ramadhan terbagi menjadi 3 tahap istimewa. 10 hari pertama merupakan tahap pelimpahan rahmat, 10 hari kedua merupakan tahap pengampunan, dan 10 hari ketiga adalah tahap dimana setiap ummat Islam akan terbebas dari siksa api neraka.

Setelah melewati 10 hari pertama Ramadhan, fase 10 hari pertengahan Ramadhan kini kita tunaikan dimana keutaman fase kedua ini adalah Allah banyak memberikan maghfirah atau ampunan.


Fase 10 hari pertengahan Ramadha adalah saat yang tepat untuk meminta ampun atas dosa-dosa dengan memperbanyak dzikir dan diterima tobatnya oleh Alloh SWT. 

Wallahua'lam bishshawab.



Beratnya ber’azam

Untuk berangkat dengan niat yang benar dan tekad yag kuat; krn pasti Allah akan 
menolong !

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla  berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu).




Senin, 02 Maret 2015

KOMITMEN KEPEMIMPINAN

19.49 // by Abd Ghofar Syarief // No comments


KOMITMEN KEPEMIMPINAN
TERHADAP KINERJA ORGANISASI
(Komunikasi Interpersonal)


ABDUL GHOFAR SYARIEF
 Kementerian Komunikasi dan Informatika RI


ABSTRACT
This paper focuses on the importance of mastering the commitment, leadership, and organizational performance by the leadership of the organization, so the organization can work optimally. Analysis obtained from various literature sources. Results showed that the three ideas, namely the First, the attitude of attention, respect and responsibility; Second, the freedom of the people and the structure of the organization, and Third, the participatory management, and a willingness to share. In addition, the discussion shows that the work is accomplished by the individual in accordance with the role or job in a certain period, which is associated with a particular standard size or value of the organization in which the individual works can be achieved as aspired.

Key words: Leadership Commitment; Organizational Performance


Abstraksi

Tulisan ini difokuskan pada pentingnya penguasaan komitmen, kepemimpinan, dan kinerja organisasi oleh pimpinan organisasi, sehingga organisasi dapat bekerja secara maksimal. Analisis diperoleh dari berbagai sumber literatur. Hasil menunjukkan,  adanya 3 pemikiran, yakni Pertama, sikap perhatian, hormat dan bertanggungjawab; Kedua, keleluasaan terhadap orang dan struktur organisasi; dan Ketiga, partisipatif terhadap manajemen, dan kesediaan untuk berbagi. Selain itu, bahasan menunjukkan bahwa hasil kerja yang dicapai oleh individu sesuai dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi dimana individu tersebut bekerja dapat dicapai sebagaimana yang dicita-citakan.
 
Kata-kata Kunci: Komitmen Kepemimpinan; Kinerja Organisasi




PENDAHULUAN

S
alah satu pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan adalah peningkatan kemampuan sumber daya manusia karena hal itu merupakan implikasi dan berpengaruh terhadap paradigma manajemen sumberdaya manusia dalam organisasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengadaptasikan dirinya sebagaimana dalam motto yang ada pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan  merupakan kesepakatan dalam pertemuan tingkat tinggi ”Masyarakat Informasi” World Summit on the Information Society (WSIS), di Geneva Tahun 2003, dan di Tunisia Tahun 2005, bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diarahkan untuk mencapai suatu peradaban yang disebut masyarakat informasi (information society), sesuai dengan kemampuan masing-masing negara.
Menyadari hal tersebut bahwa sama pentingnya menyadari kurangnya penguasaan dalam hal komitmen organisasi, kepemimpinan, dan kinerja organisasi yang juga merupakan salah satu kendala dan masalah dalam sumber daya manusia sehingga kinerja organisasi  yang  dicapai masih perlu untuk terus ditingkatkan. Karenanya dirasa perlu mengembangkan kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pegawai dengan upaya melaksanakan tugasnya secara baik sehingga komponen-komponen yang terorganisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terus harus diupayakan dalam meningkatkannya.
Sebagai dasar untuk perancangannya dalam hal ini dipilih dari berbagai model dalam upaya pengembangan yang ada dan dianggap sesuai yakni dengan  menerapkan kemampuan yang ada dan diharapkan dapat ditingkatkan dalam mengatasi masalah kurangnya sumber daya manusia bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia bidang komunikasi dan informatika. Dengan mengamati berbagai pengalaman dari negara maju dalam mengembangkan ilmu dan teknologi dan kemudian mengalihkan untuk momenuhi kebutuhan di dalam negeri, dapat diperoleh keuntungan antara lain yaitu tidak perlu lagi memproses dari awal tetapi mengambil jalan pintas melalui alih pengetahuan, serta belajar dari kesalahan-kesalahan  yang telah diperbuat dalam proses mengembangkannya. Untuk meningkatkan dan mengembangkannya, maka dirasa perlu adanya sinergitas, Djojonegoro mengemukakan bahwa penggunaan prinsip-prinsip yang diadopsi dari penelitian negara lain masih diperlukan karena prinsip alih pengetahuan dan teknologi ini merupakan tahap awal dari strategi pengembangan ilmu pengetahuan secara keseluruhan[1].
Bhattasali mengemukakan bahwa di negara-negara berkembang perlu dibina sikap menghargai ilmu dan  teknologi dan sikap ingin menguasai, yang diharapkan pada gilirannya akan berkembang dan melembaga sehingga melahirkan sikap budaya ilmu dan teknologi  untuk dapat mengejar ketinggalannya dari negara-negara maju[2]. Untuk  itu perlu  untuk merancang  dan mengembangkan serta menerapkan  manajemen yang terorganisasi sebagai bentuk peningkatan kinerja organisasi yang  ada  dan  dianggap sesuai banyak aspek atau faktor yang mempengaruhi kinerja.

PEMBAHASAN

Hakikat Komitmen Organisasi

Sebelum seseorang hendak memasuki suatu organisasi, ia berusaha untuk mendapatkan informasi tentang organisasi yang akan dimasukinya. Dengan informasi yang diperoleh ia mencoba memahami organisasi sejauh mungkin untuk memastikan apakah organisasi yang akan dimasukinya dapat menjadi tumpuan harapan yang diinginkannya. Jika seandainya tidak, apakah yang harus dilakukan, apakah akan memasuki perkerjaan tersebut untuk sementara waktu sebelum mendapat pekerjaan yang sesuai atau tidak. Adanya pertimbangan seseorang untuk memasuki suatu pekerjaan menunjukkan bahwa tindakan atau perilaku kerja seseorang dalam organisasi ditentukan oleh kesesuaian harapan atau pandangan seseorang dengan apa yang ditawarkan organisasi kepadanya. Dalam hal ini seseorang mengidentifikasi apakah tujuan organisasi sama atau sejalan dengan tujuan yang akan dicapai seseorang dalam bekerja. Pengidentifikasian ini dikenal dengan istilah komitmen. Istilah pengidentifikasi dapat juga diartikan sebagai pengenalan terhadap organisasi, Kadarisman mengatakan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat pengenalan seseorang terhadap organisasi dan berketetapan untuk mencapai tujuan organisasi3. Pengenalan dalam hal ini menunjukkan pengetahuan dan pemahanan akan organisasi baik dari bentuk organisasi, tujuan organisasi dan harapan yang diinginkan organisasi. Pada tahap pengenalan ini juga seseorang membandingkan apa yang diketahui tentang organisasi dan harapan yang diinginkan dari organisasi jika ia memasuki organisasi tersebut. Dengan pengenalan dan pertimbangan ini, seseorang dapat menetapkan apakah ia akan bergabung dengan organisasi tersebut atau tidak. Menurut Robbins, komitmen organisasi merupakan tingkat pengidentifikasian seseorang terhadap suatu organisasi dan tujuannya, dan sedia tetap menjadi anggota organisasi. Pengidentifikasian ini merupakan cikal bakal alasan pertimbangan seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasi. Pengidentifikasian ini mencakup bentuk organisasi, tujuan organisasi, bidang operasi organisasi, yang kemudian membandingkannya dengan tujuan dan keinginan seseorang untuk mendapat pekerjaan yang sesuai dengan pengembangan karir yang diinginkan.           
Menurut Amstrong, komitmen menyatakan pengidentifikasian tujuan organisasi dan bidang operasi seseorang, yang akan membuat seseorang aktif mendukung nilai organisasi, berkeinginan tetap menjadi bagian dari organisasi (tidak secara teratur dan nyata mencari pekerjaan lain), dan mempersiapkan diri sendiri bertindak atas kepentingan organisasi, atasan dan rekan kerja[3]. Pernyataan Amstrong ini menggambarkan seseorang yang memiliki komitmen terhadap organisasi adalah orang yang aktif mendukung nilai organisasi, ingin tetap menjadi bagian dari organisasi, dan rela bertindak atas nama organisai, atasan dan rekan kerja.
Dukungan terhadap nilai dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki komitmen akan menerima tujuan, rencana kerja, dan keputusan organisasi. Menurut Lindsay and Petric, komitmen adalah dukungan karyawan bagi kepentingan organisasi, dan kepercayaan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Newstrom dan Davis mengatakan bahwa komitmen organisasi adalah loyalitas seseorang terhadap organisasi, yang menunjukkan tingkat pengidentifikasian karyawan terhadap organisasi dalam memastikan kesediaannya untuk tetap secara aktif berpartisipasi dalam organisasi.
Komitmen organisasi yang tinggi menentukan tingginya kerelaan seseorang untuk tetap bekerja di dalam organisasi yang dimasukinya, percaya terhadap misi dan tujuan organisasi, rela untuk berupaya keras menuntaskan kerja.[4] Hal ini berarti bahwa komitmen organisasi seseorang dapat diukur dari tingkat kehadiran, kesetiaan terhadap kebijakan organisasi, dan keterlibatan dalam berbagai kegiatan organisasi. Sesuai dengan uraian di atas, disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah dukungan seseorang terhadap organisasi yang diindikasikan oleh pengenalan terhadap organisasi, kesediaan untuk mencapai tujuan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan untuk mendukung  nilai  organisasi, kerelaan untuk bertindak atas nama organisasi, dan keaktifan untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi.

Hakikat Kepemimpinan

Menurut The Result-Driven, manager,  pemimpin-pemimpin berkualifikasi yang tersedia di semua tingkatan organisasi dibutuhkan untuk memobilisasi organisasi dalam mencapai strateginya.[5] Hal ini memperlihatkan begitu penting keberadaan pemimpin seperti yang dijelaskan oleh Pfeffer bahwa organisasi pada dasarnya adalah saling ketergantungan[6] dan peran pemimpin adalah menyeimbangkan ketergantungan tersebut sehingga tujuan organisasi tercapai. Hal di atas memperlihatkan begitu penting arti pemimpin dalam suatu organisasi. Namun demikian berbicara tentang pemimpin maka dengan sendirinya akan berbicara tentang kepemimpinan.  Kepemimpinan sendiri telah dipelajari secara luas dalam jangka waktu yang panjang dan merupakan fenomena ekslusif untuk dipahami dan dikembangkan.[7]
Kepemimpinan menurut Stogdill mempunyai banyak definisi karena banyak orang yang mencoba mendefinisikannya.[8] Beberapa pendapat tentang kepemimpinan, misalnya Tead mendefinisikan kepemimpinan “sebagai aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan”.[9] Haiman mendefinisikan kepemimpinan “sebagai suatu usaha untuk mengarahkan perilaku orang lain guna mencapai tujuan khusus”.[10] Scott mendefinisikan kepemimpinan “sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir dalam kepompok di dalam usahanya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan”[11]. Definisi-definisi di atas memperlihatkan unsur pengaruh didalamnya. Hal di atas juga sejalan dengan definisi dari  Finzel mendefinisikan kepemimpinan “sebagai  pengaruh”.[12] Begitu juga Patric mendefinisikan kepemimpinan “sebagai proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang terorganisir untuk mencapai  tujuan”.[13] Hal yang sama juga dikemukakan oleh Blanchard yang mendefinisikan kepemimpinan “sebagai  proses pengaruh”.[14] Sama halnya dengan Daft yang mendefinisikan kepemimpinan “sebagai pengaruh dalam hubungan antara  pemimpin dan bawahan bermaksud menghasilkan perubahan nyata dan keluaran yang  merefleksikan pembagian tujuan-tujuan mereka”[15]. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan adalah pengaruh.
Selanjutnya dalam kontek perubahan, keberadaan pemimpin  dibutuhkan karena menurut  Yukl kepemimpinan yang efektif diyakini mampu merevitalisasi organisasi dan memfasilitasi adaptasi kepada perubahan lingkungan.[16] Meskipun menurut Daft,  pemimpin sering melihat perubahan sebagai cara untuk memperkuat organisasi tetapi orang-orang melihat perubahan hanya sebagai kesulitan dan gangguan.[17] Karena itu berhadapan dengan perubahan tersebut seorang pemimpin harus mampu mengelola perubahan, karena menurut Azizy, kemauan politik dan komitmennya akan menentukan keberhasilan manajemen perubahan[18]. Menurut Kotter untuk menghadapi perubahan pemimpin harus belajar dikarenakan  sering kali terjadi kesalahan yang disebabkan oleh  memberikan terlalu banyak kepuasan diri, gagal menciptakan koalisi penuntun yang kuat dan mencukupi,  meremehkan kekuatan visi, lemah dalam menghadapi visi baru, membiarkan rintangan menghalangi visi baru, gagal menciptakan kemenangan jangka pendek, mendeklarasikan kemenangan terlalu cepat,  dan lalai menambahkan perubahan dengan kuat dalam budaya korporat.[19]
Berkaitan dengan itu kepemimpinan dalam perubahan menurut Kaplan dan Norton dijelaskan melalui arti penting pemimpin tim dimana mereka harus memperkenalkan sikap-sikap dan perilaku-perilaku baru pada semua karyawan agar strategi baru berhasil.[20] Senada dengan hal tersebut menurut Daft kepemimpinan dalam perubahan dilihat dari tanggungjawab seorang pemimpin untuk melibatkan pekerja, lebih berkomunikasi, menyediakan bantuan untuk pekerja yang dipindah, dan membantu  yang bertahan untuk maju.[21]
Arti penting yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menghadapi perubahan juga dijelaskan oleh Yukl dimana  pemimpin dalam menghadapi perubahan yang menekankan pada dua aspek.  Pertama, aspek aksi/politik organisasi yaitu  menentukan siapa yang dapat menentang atau memfasilitasi perubahan, membangun koalisi untuk mendukung perubahan, mengisi posisi kunci dengan agen perubahan yang berkompeten, mengunakan gugus tugas untuk menuntun implementasi, dan membuat dramatik dan simbol perubahan yang mempengaruhi kerja. Aspek kedua adalah berorientasi pada orang, yaitu memonitor perkembangan perubahan, menciptakan rasa penting tentang kebutuhan untuk perubahan, mempersiapkan orang-orang untuk menyesuaikan terhadap perubahan, membantu bawahan untuk berhubungan dengan dampak perubahan, menyediakan peluang kesuksesan, mengintruksikan orang-orang kunci untuk memberikan informasi kemajuan perubahan, memperlihatkan komitmen yang berkesinambungan terhadap perubahan dan memberdayakan orang untuk mengimplementasikan perubahan.[22]
Dalam proses perubahan ada hal yang harus dilakukan oleh pemimpin, dan menurut Cohen terdapat tiga hal. Pertama, menciptakan iklim perubahan melalui menetapkan arti penting,  menetapkan koalisi bimbingan, dan mengembangkan visi dan strategi. Kedua, melihat dan mengerakkan keseluruhan organisasi dengan cara mengkomunikasikan visi perubahan, memberdayakan aksi broad-based, menciptakan kemenangan jangka pendek. Ketiga, mengimplementasikan perubahan yang  keberlanjutan melalui bimbingan, monitoring dan mengukur keberhasilan, serta mendorong pendekatan baru dalam budaya. [23] Sedangkan menurut Whetton dan Cameron dalam memimpin perubahan  seorang pemimpin harus menetapkan iklim positif, menciptakan kesiapan, mengartikulasikan sebuah visi, membangkitkan komitmen, dan menginstitusionalisasi visi agar dapat menghasilkan momentum yang pasti.[24]
Secara komprehensif, menurut Kotter peran pemimpin dalam proses perubahan adalah menetapkan arti penting, menetapkan koalisi bimbingan, mengembangkan visi dan strategi, mengkomunikasikan visi perubahan, memberdayakan aksi broad-based, menciptakan kemenangan jangka pendek, mengonsolidasikan keuntungan dan menghasilkan banyak perubahan, dan mendorong pendekatan baru dalam budaya.[25]
Dari penjelasan di atas memperlihatkan bahwa begitu penting arti sebuah visi. Hal ini juga sejalan dengan penjelasan dari   Blanchard bahwa  pemimpin zaman sekarang  harus memiliki visi yang kuat dan keyakinan-keyakinan positif yang mendukung visi tersebut.[26] Visi menjadi penting karena menurut Bennis dan Nanus akan membawa kepercayaan dari pihak karyawan yang disertai keyakinan bahwa mereka mampu melakukan tindakan yang diperlukan.[27]
Berkaitan dengan visi ini menurut Katzenbach dan the RCL Team, terkadang visi  tidak berhasil sehingga perlu dibedakan antara visi korporat (organisasi) dengan visi lokal atau visi yang berada di lingkungan wilayah sebuah tim dan visi lokal ini biasa disebut dengan visi kerja (working visions).[28] Adanya visi ini akan melahirkan cara berpikir yang strategis. Menurut Freedman dan Tregore berpikir strategis adalah kemampuan berpikir melalui daya konseptual, perspektif holistik, kreativitas, ekspresif, rasa ingin melindungi dari kebaikan masa depan, dan toleran.  Daya konseptual berarti memiliki kemampuan berpikir tajam dan sistematis tentang masalah-masalah abstrak. Perspektif holistik berarti kemampuan melihat secara menyeluruh. Kreatif adalah mampu melahirkan gagasan-gagasan baru. Ekspresif  mampu menterjemahkan abstrak dan data-data gambaran yang jelas. Rasa ingin melindungi dari kebaikan masa depan muncul ketika pilihan-pilihan yang harus diambil dihadapkan pengorbanan jangka pendek untuk tujuan jangka panjang. Toleransi mendua yaitu kemampuan menganalisis secara efektif meskipun informasi yang tersedia tidak lengkap atau bertentangan.[29] Menurut Wall, Mark dan Sobol berpikir mendua  itu menjadi penting karena dalam perubahan bisa dihadapkan pada keadaan kemenduaan.[30] Adanya visi yang diterjemahkan dalam berpikir strategi dan pengimplementasiannya perlu didukung dengan komitmen terhadap apa yang menjadi kebijakan yang sudah ditetapkan.
Menurut Sull arti penting komitmen  tercermin dari komitmen terhadap suatu arah tindakan karena berani memisahkan masa lalu dengan masa sekarang, komitmen terhadap sebuah tujuan yang ambisius karena mampu menjelaskan bagaimana caranya, komitmen untuk memperluas relasi karena harus melakukan kerjasama dengan mitra atau investor; dan komitmen terhadap filosofi operasional yaitu menerapkan operasional yang berbeda dengan tradisional (lama) ada ketidakpastian.[31] Agar proses perubahan tersebut berhasil maka dalam diri pemimpin diperlukan sifat yang menunjukan sifat kepemimpinan. Menurut Stogdill sifat menjelaskan  bahwa watak individu yang melekat pada diri pemimpin.[32] Dalam pendekatan teori kepemimpinan ini termasuk  teori sifat (thrait theory) dimana teori ini berhubungan dengan sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin.[33] Menurut Maccoby ada 3 sifat yang harus dimiliki yaitu: pertama, suatu sikap penuh perhatian, penuh hormat dan bertanggungjawab; kedua,  keleluasaan terhadap orang dan struktur organisasi; ketiga, suatu partisipatif terhadap manajemen dan kesediaan membagi kekuasaan.[34]
Selain sifat seorang pemimpin menurut Kouzes dan Posner juga harus memiliki kompetensi kepemimpinan yang mengacu pada catatan prestasi pemimpin dan kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan.[35] Kompetensi berdasarkan penjelasan Amstrong merujuk pada dimensi perilaku atas peran atau perilaku yang dipersyaratkan. Kompetensi juga merupakan karakteristik atau kepribadian individual yang bersifat permanen karena dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Karena itu  analisis kompetensi menjadi dasar untuk menciptakan profil kompetensi atau model yang digunakan dalam manajemen kinerja, seleksi dan pengembangan karir seperti motivasi pencapaian, dampak dari hasil, kekuatan analisis, berpikir strategis, berpikir kreatif, ketegasan, keputusan bisnis,  manajemen tim dan kepemimpinan, hubungan interpersonal, kemampuan berkomunikasi, kemampuan beradaptasi,  dan kemampuan merencanakan dan mengawasi proyek. [36] Masalah kompetensi interpersonal menjadi penting juga sejalan dengan pendapat  Tjosvold dan Tjosvold bahwa seorang pemimpin yang akan sukses dalam mempengaruhi dan membina hubungan dengan bawahannya membutuhkan kompetensi interpersonal.[37] Berdasarkan kajian di atas dapat dibuat sintesis mengenai kepemimpinan dalam kontek perubahan yaitu pengaruh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya dengan perilakunya yang berorientasi kepada  bawahan dan organisasi  dengan melakukan tindakan nyata sehingga orang-orang tergerak untuk melakukan perubahan melalui   dimensi menciptakan visi, membangkitkan komitmen,  memiliki sifat dan kompetensi kepemimpinan. 

Hakikat Kinerja Organisasi

Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan, karena pimpinan, atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah dalam melakukan suatu hal. Bekerja berbeda dengan kinerja. Seseorang dapat saja bekerja sepanjang hari tetapi tidak menghasilkan kerja. Sedangkan orang yang memiliki adalah orang yang bekerja dan menghasilkan produk kerja yang dipersyaratkan. Dalam hal ini seseorang dapat saja berperilaku kerja tetapi tidak memiliki kinerja, tetapi orang yang memiliki kinerja mempunyai perilaku kerja yang baik. Prawirosentono mengatakan bahwa performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung-jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.[38] Pernyataan itu  menunjukkan bahwa dalam kinerja terdapat hasil kerja, tanggung jawab kerja, dan kesesuaian kriteria.
Menurut Ivancevich, Szilgyi, Jr., dan Wallace, Jr., Performance, Than, is an outcome that occurs as a function of individual organizational behavior,[39].   Kinerja adalah suatu dampak yang terjadi sebagai fungsi perilaku individu organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja merupakan dampak perilaku yaitu hasil. Jika seseorang bekerja maka akan ada hasil,  tetapi jika seseorang bekerja tidak menghasilkan sesuatu dampak dalam bentuk produk kerja, berarti seseorang tersebut tidak memiliki kinerja tetapi hanya bekerja saja tanpa memenuhi tuntutan kerja yang diinginkan darinya.  Pernyataan di atas juga menunjukkan bahwa bekerja sebagai perilaku, dan produk sebagai hasil kerja merupakan unsur yang dinilai untuk kinerja seseorang. Lindsay and Petrick juga mengatakan bahwa kinerja merupakan sumbangsih individu dan sistem untuk menuntaskan tujuan organisasi.[40] Dalam hal ini kinerja dapat diukur dari perilaku dan hasil kerja yang diperoleh.
Menurut Gilbert, kinerja merupakan transaksi antara perilaku dengan alatnya. Dalam kinerja, perilaku adalah sebuah alat, dan konsekuensinya adalah tujuan dan kriteria hasil ditentukan konteks pekerjaan. Kasarnya, orang yang memiliki kompetensi menghasilkan produk yang bernilai tanpa membayar ongkos perilaku yang berlebihan[41], Sedangkan berdasarkan taksonomi kerja manusia, Fleishman, Quaintance dan Broedling[42] mengatakan, bahwa kinerja dapat dikaji dari pelaksanaan tugas melalui pendekatan uraian perilaku, pendekatan persyaratan perilaku, pendekatan persyaratan kemampuan, dan pendekatan karakteristik tugas. Dari pernyataan ini dapat diperoleh bahwa seseorang dikatakan memiliki kinerja bila ia memiliki perilaku kerja yang sesuai, menyelesaikan pekerjaan hingga selesai dengan biaya yang rendah, memenuhi kriteria hasil sesuai dengan konteks kerja yang dilakukan, memiliki kompetensi kerja yang dibutuhkan dan menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengaia tujuan.
Sehubungan dengan aspek pendekatan penilaian kinerja yang dikemukakan Gilbert, dan di atas, ia juga mengatakan bahwa kinerja dapat  dinilai dari kriteria produk yaitu melalui kriteria kualitas adalah kuantitas, kualitas dan biaya.[43] Sedangkan kriteria perilaku menurut Rao, adalah: pengambilan inisiatif dalam mengatasi kesulitan mencapai sasaran, kreativitas yang terlihat dalam mengatasi berbagai masalah, sumbangan kepada pembentukan semangat kelompok melalui kerjasama dengan orang lain, sumbangan kepada pengembangan para karyawan sendiri, dan perilaku-perilaku laku lain yang menonjol.[44] Dengan perkataan lain, kinerja dapat diukur dari kuantitas, kuantitas kerja, biaya produksi, inisiatif, kreativitas, pemotivasian, bawahan, pengembangan bawahan dan perilaku yang menonjol lainnya. Sehubungan dengan pengukuran kinerja ini, Haynes mengatakan bahwa indikator kinerja merupakan hal yang memberitahukan tentang bagaimana seseorang mengawasi pekerjaan yang sedang ditangani. Hasil yang diperoleh mencerminkan kemana mereka menggunakan waktu, talenta, energi dan sumberdaya lain. Untuk itu penilaian harus diberikan kepada empat aspek yaitu hasil, efektivitas kerja, kemajuan, dan kebiasaan kerja.[45] Dalam hal perilaku kerja, Rao menyatakan bahwa secara umum indikator perilaku kinerja diindikasikan oleh pencapaian kerja, inisiatif, kreativitas, kerjasama, sumbangan kepada kemajuan pegawai, dan perilaku kerja lainnya.[46]
Dengan demikian indikator kinerja adalah kuantitas, kualitas, biaya produksi, inisiatif, kecakapan kerja, kreativitas, pemotivasian bawahan, pengembangan bawahan, inisiatif, kreativitas, dan kerjasama. Penilaian terhadap kinerja seseorang dilakukan oleh seseorang yang banyak berinteraksi dengannya, pada umumnya atasan seseorang atau teman kerja. Menurut Rao, penilaian biasanya dilakukan majikan atau orang yang berinteraksi dengan seseorang, namun majikan atau atasan memiliki waktu yang terbatas sehingga ia dapat meminta bantuan orang lain atau karyawan sendiri. Adalah benar bahwa para karyawan barangkali akan menampilkan dirinya dengan cara yang sebaik mungkin. Tak ada salahnya demikian karena para atasan atau majikan begitu mudah mendapatkan kelemahan-kelemahan para karyawannya. Dari uraian pengukuran kinerja disimpulkan bahwa penilai atau yang memberikan penilaian terhadap kinerja seseorang antara lain dapat terdiri dari atasan yang tertinggi, atasan langsung, orang yang akan dinilai, rekan kerja, bawahan, pelanggan, pengamat lainnya, dan bukan rekanan yang hanya menguntungkan pimpinan serta dalam rangka mempertahankan jabatannya  semata.   Kinerja yang baik merupakan salah satu sasaran organisasi dalam mencapai produktifitas kerja yang tinggi. Tercapainya kinerja yang baik tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia yang baik pula. Dari pengertian di atas, cukuplah untuk dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh individu sesuai dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi dimana individu tersebut bekerja.

PENUTUP

Seorang pegawai dituntut untuk memiliki kemampuan karena ia harus memberikan berbagai pelayanan, juga ia berhubungan dengan bawahannya, teman sejawat dan atasannya. Dalam tiap tugas dan pekerjaan yang hendak dilaksanakannya ia harus berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai pegawai, ia merupakan manajer untuk diri sendiri yang menerirna tugas dan informasi dari atasannya, dan kemudian mengkomunikasikan perintahnya untuk dilaksanakan. Dengan kemampuan kepemimpinan yang baik maka ia akan mampu melakukan semua tugas yang ditanggungjawabinya. Hubungan baik dan rasa saling percaya dapat dibina, dengan pilihan kata dan pemiiihan saluran yang baik, perintah, pelaksanaan dan pengawasan kerja dapat berlangsung dengan baik. Dengan rasa saling percaya yang tinggi, maka pegawai dan dapat mempercayai diri untuk melakukan tugas-tugas tertentu.
Kinerja sebagai hasil kerja individu diperoleh melalui usaha yang dilakukan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi berbagai tugas organisasi. Tiap tugas yang dilaksanakan diiakukan dengan efektif, efisien dan produktif. Efektivitas, efisiensi dan produktivitas kerja hanya dapat diperoleh bila pegawai mendapat informasi atau menyampaikan informasi yang tepat. Informasi yang tepat hanya dapat disampaikan atau diterima dengan baik. Hal ini berarti, bahwa dengan komitmen kepemimpinan yang tinggi dirasa akan berpengaruh  terhadap kinerja organisasi. Dengan demikian, patut diduga bahwa terdapat pengaruh yang kuat dan hubungan positif antara komitmen kepemimpinan dengan kinerja organisasi.


DAFTAR  PUSTAKA

Gaspersz, Vincent, Sistem Manajemen Kerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,PT., 2006.
Samuel, Modern Management (New Jersey: Prentice-Hall International, Inc., 1997
 Daft, Richard L., The Leadership Experience, Canada: South Western, 2005.
Gareth R. Jones , Organizational Theory, New Yersey:Prentice-Hall,Inc, 2001.
Gibson, Ivancevich, Donnelly,Konopaske ,Organizations, New-York: McGraw-Hill, 2009.
Gibson, James L. Et.al. Organizations Behavior Structure Processes, Phillippines: McGraw-Hill, 2006.
Kreitner Robert, Angelo Kinicki , Organizational Behavior, New-York:McGraw-Hill, 2007.
McClelland, David C., That Urge to chieve. http://www.fox_rollins.edu/~Schatz/Urge_to_achieve.doc.
Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika  2009-2014, Jakarta: Sekjen Depkominfo, 2009.
R Edward Freeman,  James A. F. Stoner,  Management (New Jersey: Prentice-Hall International Inc., 1992
Robbins, Stephen P., Barnwell, Nell, Organizational Theory, New Yersey: Prentice-Hall International, 1990.
Steel, George,  Interpersonal Communication, p. 1, 2001
Steers, Richard M., Gerardo R.Ungson, Managing Effective Organization:an Introduction, Boston: Kent Publishing Company, 1985.
Stoner, James A.F., R Edward Freeman, dan Daniel R. , Gilbert Jr., Management, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1995.
Wayne Merlin Baty, William C. Himstreet,  Business Communications Principles


[1] Wardiman Djojonegoro. Pembanguan Pendidikan Nasional Dalam memacu Pertumbuhan Ekonomi Menjelang Era Persaingan Global (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995). Hlm 10
[2] B. N. Bhattsali, Transper of  Technology Among the Developing Countries (Tokyo: Asian Productivity Organization, 1972), hlm. 6-7. 
[3] Stephen P. Robbins, Organizational Behaviour (New Jearsey : Prentice Hall International, INC., 1996), p. 181.
[4] Michael Amstrong, Managing Activities (London : Institut of Personal and Development, 1999), pp.49-50.
[5]   The  Result-Driven  Manager (RDM), A Time Saving Guide: Managing Change to Reduce Resistance (Massachusetts: Harvard Business Scholl Press, 2005), p.60.
[6]  Jeffrey  Pfeffer, Managing with  Power  (Mengelola  dengan  Kekuasaan: Politik dan Pengaruh dalam Organisasi), Alih Bahasa Ariel Sumarso Santoto (Batam: Interaksara, 1999), p.46.
[7]    University of Virginia, Leadership Theory, p.1 (ssrn_id910388.pdf).
[8]   R.M. Stogdill, Handbook  of  Leaderships: A Survey of Theory and Research (New York: The Free Press, 1974), p.7.
[9]  Sutarto, Dasar-Dasar  Kepemimpinan Administrasi, Cetakan ketujuh (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1986),p.12
[10]    Ibid., p.13.
[11]     Ibid., p.15.
[12]   Hans Finzel, The  Top Ten  Mistakes  Leaders  Make  (Sepuluh  Besar  Kesalahan yang Dibuat Para Pemimpin), Alih Bahasa Arvin Saputra dan Lyndon Saputra (Batam: Interaksara, 2002, p.13.
[13]   Nielce Patric, The Codes of A Leader (Mengembangkan  Potensi Kepemimpinan  Sejati),  terjemahan Rolendra Dwi Putra (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), p.6.
[14]    Howard  Morgan, et al.,  (ed.), the  Art  of  Practice  of Leadership Coaching  (Seni dan Praktek Pembinaan Kepemimpinan) (Jakarta: PT.Trans Media, 2005), p.175.
[15]     Daft,op.cit., p.31.
[16]     Gary Yukl, Leadership in Organization, Sixth Edition (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2006), p.286.
[17]    Daft, op.cit., pp.643-644.
[18]     Azizy, op.cit., p.82.
[19]    John P. Kotter,  Leading Change (USA: Harvard Business Scholl Press, 1996) , p.16.
[20]  Robert S. Kaplan dan David P.Norton, Supporting the Change Agenda That Supports Strategy Execution, dalam The Results-Driven Manager: Managing Change to Reduce Resistance (Boston, Massachusetts: Harvard Business School Publishing Corporation, 2005), p.63.
[21]   Daft, ibid., pp.649-650.
[22]    Yukl, ibid., pp.304-309
[23]   Dan S. Cohen, The Heart of Change, Field Guide. Tools and Tactics for Leading Change in Your Organization (USA: Harvard Business School Press, 2005), pp.3-4.
[24]   David A. Whetton dan Kim S. Cohen, Developing  Management  Skills, Seventh Edition (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2007), p.540.
[25]    Kotter,1996, ibid., p.21.
[26]  Ken Blanchard,  Hati Seorang Pemimpin (The Heart of Leader), Alih  bahasa  Arvin Saputra, ed., Lyndon Saputra (Batam: Interaksara, 2001), p.79.
[27]   Warren  Bennis dan Burt Nanus, Leaders  (Strategi untuk Mengemban Tanggung Jawab),  Alih bahasa R. Fitriani. ed.Gabriella Felicia (Jakarta: PT.Naragita Dinamika, 2006), p.32.
[28]  Jon R. Katzenbach dan the RCL Team, Real Change Leaders (Pemimpin Perubahan Sejati), Bagaimana Menciptakan Pertumbuhan dan Kinerja Tinggi di Perusahaan Anda,  Alih Bahasa Agus Maulana (Jakarta: Professional books) , pp.80-81.
[29]   Mike Freedman dan Benjamin B. Tregore, The Art and Design of Strategic Leadership, Pemikiran Strategis untuk Merealisasikan Visi Organisasi (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2004), p.37.
[30]    Bob  Wall, Robert S. Solum dan Mark. R Sobol, The Visionary Leader (Pemimpinan yang Bervisi Kuat) (Batam, Penerbit Interksara, 1999), p.204.
[31]   Donald N. Sull, ”Manajemen dengan Komitmen,” dalam On Leading Change, Strategi Menembus Tantangan Perubahan, ed., Frances Hesselbein dan Rob Johnston (Jakarta: PT Gramedia, 2005), pp.85-91.
[32]     Stogdill, op.cit., pp.62-63.
[33]     Sutarto, op.cit., p.39.
[34]    Michael Maccoby, The Leader- A New Face for America Management (Sang Pemimpin  Wajah Baru Bagi Manjemen Dewasa Ini), Alih bahasa Rochmulyati Hamzah (Jakarta: PT.Gramedia, 1984), p.180.
[35]    James  M. Kouzes dan Barry Z. Posner, The  Leadership Challenge, Alih Bahasa Reyani Sjahrial (Jakarta :Penerbit Erlangga, 2004), p.31.
[36]    Michael  Amstrong,  Performance Management  (London:  Kogan  Page  Limited,  1997), pp.68-70.
[37]     Dean  Tjosvold   and   Mary  M.  Tjosvold,  Psychology  for   Leaders:  Using  Motivation, Conflict, and Power to Manage More Effectvely (United States of America: John Wiley & Sons, Inc., 1995), p.49.
[38] Suryadi Prawirosentono, Kebijakan Kinerja Karyawan (Yokyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1999), p. 2.
[39] John M. Ivancevich, Andrew D. Szilgyi, Jr., dan Marce J. Wallace, Jr., Organizational Behaviour and Performance (California: Goodyear Publishing Company, Inc., 1977), p.
[40] M. Lindsay dan Joseph A. Petrick, Total Quality and Organization Development (Delray Beach, Florida: St. Lucie Press, 1997), p. 172.
[41] Thomas L. Gilbert, Human Competence; Enginering  Worthy Performance (New York:McGraw-Hi;; Book Company), p.16.
[42] Edwin A. Fleishmen, Marilyn K. Quintance and Laurie A. Brpading, Taxonomies of Human Resources, Taxonomies of Human Resources: The Descrioption of Human Tasks (California : Academic Press, Inc., 1984), pp. op. cit.,
[43] Edwin A. Fleishman, Marilyn K. Quaintance and Laurie A. Broading, Taxonomies of Human Resources: The Description of Human Tasks (California : Academic Press, Inc., 1984), pp.48-57.
[44] Gilbert, op. cit., p. 45
[45] T.V. Rao , Penilaian Prestasi Kerja : Teori dan Praktek, diterjemahkan oleh Ny. L. Maulana (Jakarta: PT. Pustakan Binaman Pressindo, 1996), p.18
[46] Marion E. Haynes, Managing Performance: A Comprehensive Guide to Effective Supervision (Belmont :  Life-Time Learning Publication, 1984), p.70.