KOMITMEN KEPEMIMPINAN
TERHADAP KINERJA ORGANISASI
(Komunikasi Interpersonal)
ABDUL GHOFAR SYARIEF
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
ABSTRACT
This paper focuses on the importance of mastering the commitment,
leadership, and organizational performance by the leadership of the
organization, so the organization can work optimally. Analysis obtained from
various literature sources. Results showed that the three ideas, namely the
First, the attitude of attention, respect and responsibility; Second, the
freedom of the people and the structure of the organization, and Third, the
participatory management, and a willingness to share. In addition, the discussion
shows that the work is accomplished by the individual in accordance with the
role or job in a certain period, which is associated with a particular standard
size or value of the organization in which the individual works can be achieved
as aspired.
Key words: Leadership Commitment; Organizational
Performance
Abstraksi
Tulisan ini difokuskan pada pentingnya penguasaan
komitmen, kepemimpinan, dan kinerja organisasi oleh pimpinan organisasi, sehingga
organisasi dapat bekerja secara
maksimal. Analisis diperoleh
dari berbagai sumber literatur. Hasil menunjukkan, adanya 3 pemikiran, yakni Pertama, sikap perhatian, hormat dan
bertanggungjawab; Kedua, keleluasaan terhadap orang dan struktur organisasi; dan
Ketiga, partisipatif terhadap manajemen, dan kesediaan untuk berbagi. Selain
itu, bahasan menunjukkan bahwa hasil kerja yang dicapai oleh individu sesuai
dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan
suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi dimana individu
tersebut bekerja dapat dicapai sebagaimana yang dicita-citakan.
Kata-kata Kunci: Komitmen
Kepemimpinan; Kinerja Organisasi
PENDAHULUAN
alah satu
pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan adalah peningkatan
kemampuan sumber daya manusia karena hal itu merupakan implikasi dan
berpengaruh terhadap paradigma manajemen sumberdaya manusia dalam organisasi. Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengadaptasikan
dirinya sebagaimana dalam motto yang ada pada Kementerian Komunikasi dan
Informatika, dan merupakan kesepakatan
dalam pertemuan tingkat tinggi ”Masyarakat Informasi” World Summit on the
Information Society (WSIS), di Geneva Tahun 2003, dan di Tunisia Tahun 2005, bahwa
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diarahkan untuk mencapai suatu
peradaban yang disebut masyarakat informasi (information society), sesuai
dengan kemampuan masing-masing negara.
Menyadari
hal tersebut bahwa sama pentingnya menyadari kurangnya
penguasaan dalam hal komitmen organisasi, kepemimpinan, dan kinerja organisasi
yang juga merupakan salah satu kendala dan masalah dalam sumber daya manusia
sehingga kinerja organisasi
yang dicapai masih perlu untuk
terus ditingkatkan. Karenanya dirasa perlu mengembangkan kegiatan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan pegawai dengan upaya melaksanakan tugasnya secara
baik sehingga komponen-komponen yang terorganisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan terus harus diupayakan dalam meningkatkannya.
Sebagai
dasar untuk perancangannya dalam
hal ini dipilih dari berbagai model dalam upaya pengembangan yang ada dan
dianggap sesuai yakni dengan menerapkan
kemampuan yang ada dan diharapkan dapat ditingkatkan dalam mengatasi masalah
kurangnya sumber daya manusia bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan
kebutuhan sumber daya manusia bidang komunikasi dan informatika. Dengan mengamati berbagai pengalaman dari
negara maju dalam mengembangkan ilmu dan teknologi dan kemudian mengalihkan
untuk momenuhi kebutuhan di dalam negeri, dapat diperoleh keuntungan antara
lain yaitu tidak perlu lagi memproses dari awal tetapi mengambil jalan pintas
melalui alih pengetahuan, serta belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat dalam proses
mengembangkannya. Untuk meningkatkan dan mengembangkannya, maka dirasa perlu
adanya sinergitas, Djojonegoro mengemukakan bahwa penggunaan
prinsip-prinsip yang diadopsi dari penelitian negara lain masih diperlukan
karena prinsip alih pengetahuan dan teknologi ini merupakan tahap awal dari
strategi pengembangan ilmu pengetahuan secara keseluruhan.
Bhattasali mengemukakan bahwa di negara-negara berkembang perlu dibina
sikap menghargai ilmu dan teknologi dan
sikap ingin menguasai, yang diharapkan pada gilirannya akan berkembang dan
melembaga sehingga melahirkan sikap budaya ilmu dan teknologi untuk dapat mengejar ketinggalannya dari
negara-negara maju. Untuk itu
perlu untuk merancang dan mengembangkan serta menerapkan manajemen yang terorganisasi sebagai bentuk
peningkatan kinerja organisasi yang
ada dan dianggap sesuai banyak aspek atau faktor yang
mempengaruhi kinerja.
PEMBAHASAN
Hakikat Komitmen Organisasi
Sebelum
seseorang hendak memasuki suatu organisasi, ia berusaha untuk mendapatkan
informasi tentang organisasi yang akan dimasukinya. Dengan informasi yang
diperoleh ia mencoba memahami organisasi sejauh mungkin untuk memastikan apakah
organisasi yang akan dimasukinya dapat menjadi tumpuan harapan yang
diinginkannya. Jika seandainya tidak, apakah yang harus dilakukan, apakah akan
memasuki perkerjaan tersebut untuk sementara waktu sebelum mendapat pekerjaan
yang sesuai atau tidak. Adanya pertimbangan seseorang untuk memasuki suatu
pekerjaan menunjukkan bahwa tindakan atau perilaku kerja seseorang dalam
organisasi ditentukan oleh kesesuaian harapan atau pandangan seseorang dengan
apa yang ditawarkan organisasi kepadanya. Dalam hal ini seseorang
mengidentifikasi apakah tujuan organisasi sama atau sejalan dengan tujuan yang
akan dicapai seseorang dalam bekerja. Pengidentifikasian ini dikenal dengan
istilah komitmen. Istilah pengidentifikasi dapat juga diartikan sebagai
pengenalan terhadap organisasi, Kadarisman mengatakan bahwa komitmen organisasi
merupakan tingkat pengenalan seseorang terhadap organisasi dan berketetapan
untuk mencapai tujuan organisasi3. Pengenalan dalam hal ini
menunjukkan pengetahuan dan pemahanan akan organisasi baik dari bentuk
organisasi, tujuan organisasi dan harapan yang diinginkan organisasi. Pada
tahap pengenalan ini juga seseorang membandingkan apa yang diketahui tentang
organisasi dan harapan yang diinginkan dari organisasi jika ia memasuki
organisasi tersebut. Dengan pengenalan dan pertimbangan ini, seseorang dapat
menetapkan apakah ia akan bergabung dengan organisasi tersebut atau tidak. Menurut
Robbins, komitmen organisasi merupakan tingkat pengidentifikasian seseorang
terhadap suatu organisasi dan tujuannya, dan sedia tetap menjadi anggota
organisasi. Pengidentifikasian ini merupakan cikal bakal alasan pertimbangan
seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasi. Pengidentifikasian ini
mencakup bentuk organisasi, tujuan organisasi, bidang operasi organisasi, yang
kemudian membandingkannya dengan tujuan dan keinginan seseorang untuk mendapat
pekerjaan yang sesuai dengan pengembangan karir yang diinginkan.
Menurut
Amstrong, komitmen menyatakan pengidentifikasian tujuan organisasi dan bidang
operasi seseorang, yang akan membuat seseorang aktif mendukung nilai
organisasi, berkeinginan tetap menjadi bagian dari organisasi (tidak secara
teratur dan nyata mencari pekerjaan lain), dan mempersiapkan diri sendiri
bertindak atas kepentingan organisasi, atasan dan rekan kerja. Pernyataan Amstrong ini
menggambarkan seseorang yang memiliki komitmen terhadap organisasi adalah orang
yang aktif mendukung nilai organisasi, ingin tetap menjadi bagian dari organisasi,
dan rela bertindak atas nama organisai, atasan dan rekan kerja.
Dukungan
terhadap nilai dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki komitmen akan
menerima tujuan, rencana kerja, dan keputusan organisasi. Menurut Lindsay and
Petric, komitmen adalah dukungan karyawan bagi kepentingan organisasi, dan
kepercayaan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Newstrom dan
Davis mengatakan bahwa komitmen organisasi adalah loyalitas seseorang terhadap
organisasi, yang menunjukkan tingkat pengidentifikasian karyawan terhadap
organisasi dalam memastikan kesediaannya untuk tetap secara aktif
berpartisipasi dalam organisasi.
Komitmen organisasi yang
tinggi menentukan tingginya kerelaan seseorang untuk tetap bekerja di dalam
organisasi yang dimasukinya, percaya terhadap misi dan tujuan organisasi, rela
untuk berupaya keras menuntaskan kerja. Hal ini berarti bahwa komitmen
organisasi seseorang dapat diukur dari tingkat kehadiran, kesetiaan terhadap
kebijakan organisasi, dan keterlibatan dalam berbagai kegiatan organisasi. Sesuai
dengan uraian di atas, disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah dukungan
seseorang terhadap organisasi yang diindikasikan oleh pengenalan terhadap
organisasi, kesediaan untuk mencapai tujuan organisasi, keinginan untuk tetap
menjadi anggota organisasi, kemauan untuk mendukung nilai
organisasi, kerelaan untuk bertindak atas nama organisasi, dan keaktifan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi.
Hakikat Kepemimpinan
Menurut The Result-Driven,
manager, pemimpin-pemimpin
berkualifikasi yang tersedia di semua tingkatan organisasi dibutuhkan untuk
memobilisasi organisasi dalam mencapai strateginya. Hal ini memperlihatkan
begitu penting keberadaan pemimpin seperti yang dijelaskan oleh Pfeffer bahwa
organisasi pada dasarnya adalah saling ketergantungan dan peran pemimpin adalah
menyeimbangkan ketergantungan tersebut sehingga tujuan organisasi tercapai. Hal
di atas memperlihatkan begitu penting arti pemimpin dalam suatu organisasi.
Namun demikian berbicara tentang pemimpin maka dengan sendirinya akan berbicara
tentang kepemimpinan. Kepemimpinan
sendiri telah dipelajari secara luas dalam jangka waktu yang panjang dan
merupakan fenomena ekslusif untuk dipahami dan dikembangkan.
Kepemimpinan menurut Stogdill mempunyai banyak definisi karena banyak orang
yang mencoba mendefinisikannya. Beberapa pendapat
tentang kepemimpinan, misalnya Tead mendefinisikan kepemimpinan “sebagai
aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai beberapa
tujuan yang mereka inginkan”. Haiman mendefinisikan
kepemimpinan “sebagai suatu usaha untuk mengarahkan perilaku orang lain guna
mencapai tujuan khusus”. Scott mendefinisikan
kepemimpinan “sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir dalam
kepompok di dalam usahanya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan”. Definisi-definisi di
atas memperlihatkan unsur pengaruh didalamnya. Hal di atas juga sejalan dengan
definisi dari Finzel mendefinisikan
kepemimpinan “sebagai pengaruh”. Begitu juga Patric
mendefinisikan kepemimpinan “sebagai proses mempengaruhi aktivitas sebuah
kelompok yang terorganisir untuk mencapai
tujuan”.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Blanchard yang mendefinisikan kepemimpinan
“sebagai proses pengaruh”. Sama halnya dengan Daft
yang mendefinisikan kepemimpinan “sebagai pengaruh dalam hubungan antara pemimpin dan bawahan bermaksud menghasilkan
perubahan nyata dan keluaran yang merefleksikan
pembagian tujuan-tujuan mereka”. Dari pendapat-pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan adalah pengaruh.
Selanjutnya dalam kontek
perubahan, keberadaan pemimpin
dibutuhkan karena menurut Yukl
kepemimpinan yang efektif diyakini mampu merevitalisasi organisasi dan
memfasilitasi adaptasi kepada perubahan lingkungan. Meskipun menurut
Daft, pemimpin sering melihat perubahan
sebagai cara untuk memperkuat organisasi tetapi orang-orang melihat perubahan
hanya sebagai kesulitan dan gangguan. Karena itu berhadapan
dengan perubahan tersebut seorang pemimpin harus mampu mengelola perubahan,
karena menurut Azizy, kemauan politik dan komitmennya akan menentukan
keberhasilan manajemen perubahan. Menurut Kotter untuk menghadapi
perubahan pemimpin harus belajar dikarenakan
sering kali terjadi kesalahan yang disebabkan oleh memberikan terlalu banyak kepuasan diri,
gagal menciptakan koalisi penuntun yang kuat dan mencukupi, meremehkan kekuatan visi, lemah dalam
menghadapi visi baru, membiarkan rintangan menghalangi visi baru, gagal
menciptakan kemenangan jangka pendek, mendeklarasikan kemenangan terlalu
cepat, dan lalai menambahkan perubahan
dengan kuat dalam budaya korporat.
Berkaitan dengan itu kepemimpinan
dalam perubahan menurut Kaplan dan Norton dijelaskan melalui arti penting
pemimpin tim dimana mereka harus memperkenalkan sikap-sikap dan
perilaku-perilaku baru pada semua karyawan agar strategi baru berhasil. Senada dengan hal tersebut
menurut Daft kepemimpinan dalam perubahan dilihat dari tanggungjawab seorang
pemimpin untuk melibatkan pekerja, lebih berkomunikasi, menyediakan bantuan
untuk pekerja yang dipindah, dan membantu
yang bertahan untuk maju.
Arti penting yang harus dilakukan
oleh seorang pemimpin dalam menghadapi perubahan juga dijelaskan oleh Yukl
dimana pemimpin dalam menghadapi
perubahan yang menekankan pada dua aspek.
Pertama, aspek aksi/politik organisasi yaitu menentukan siapa yang dapat menentang atau
memfasilitasi perubahan, membangun koalisi untuk mendukung perubahan, mengisi
posisi kunci dengan agen perubahan yang berkompeten, mengunakan gugus tugas
untuk menuntun implementasi, dan membuat dramatik dan simbol perubahan yang
mempengaruhi kerja. Aspek kedua adalah berorientasi pada orang, yaitu memonitor
perkembangan perubahan, menciptakan rasa penting tentang kebutuhan untuk
perubahan, mempersiapkan orang-orang untuk menyesuaikan terhadap perubahan,
membantu bawahan untuk berhubungan dengan dampak perubahan, menyediakan peluang
kesuksesan, mengintruksikan orang-orang kunci untuk memberikan informasi
kemajuan perubahan, memperlihatkan komitmen yang berkesinambungan terhadap perubahan
dan memberdayakan orang untuk mengimplementasikan perubahan.
Dalam proses perubahan ada hal
yang harus dilakukan oleh pemimpin, dan menurut Cohen terdapat tiga hal.
Pertama, menciptakan iklim perubahan melalui menetapkan arti penting, menetapkan koalisi bimbingan, dan
mengembangkan visi dan strategi. Kedua, melihat dan mengerakkan keseluruhan
organisasi dengan cara mengkomunikasikan visi perubahan, memberdayakan aksi broad-based,
menciptakan kemenangan jangka pendek. Ketiga, mengimplementasikan perubahan
yang keberlanjutan melalui bimbingan,
monitoring dan mengukur keberhasilan, serta mendorong pendekatan baru dalam
budaya. Sedangkan menurut Whetton dan
Cameron dalam memimpin perubahan seorang
pemimpin harus menetapkan iklim positif, menciptakan kesiapan,
mengartikulasikan sebuah visi, membangkitkan komitmen, dan
menginstitusionalisasi visi agar dapat menghasilkan momentum yang pasti.
Secara komprehensif, menurut
Kotter peran pemimpin dalam proses perubahan adalah menetapkan arti penting,
menetapkan koalisi bimbingan, mengembangkan visi dan strategi,
mengkomunikasikan visi perubahan, memberdayakan aksi broad-based,
menciptakan kemenangan jangka pendek, mengonsolidasikan keuntungan dan
menghasilkan banyak perubahan, dan mendorong pendekatan baru dalam budaya.
Dari penjelasan di atas
memperlihatkan bahwa begitu penting arti sebuah visi. Hal ini juga sejalan
dengan penjelasan dari Blanchard bahwa pemimpin zaman sekarang harus memiliki visi yang kuat dan
keyakinan-keyakinan positif yang mendukung visi tersebut. Visi menjadi penting karena menurut Bennis dan Nanus
akan membawa kepercayaan dari pihak karyawan yang disertai keyakinan bahwa
mereka mampu melakukan tindakan yang diperlukan.
Berkaitan dengan visi ini menurut Katzenbach dan the
RCL Team, terkadang visi tidak berhasil
sehingga perlu dibedakan antara visi korporat (organisasi) dengan visi lokal
atau visi yang berada di lingkungan wilayah sebuah tim dan visi lokal ini biasa
disebut dengan visi kerja (working visions). Adanya visi ini akan
melahirkan cara berpikir yang strategis. Menurut Freedman dan Tregore berpikir
strategis adalah kemampuan berpikir melalui daya konseptual, perspektif
holistik, kreativitas, ekspresif, rasa ingin melindungi dari kebaikan masa
depan, dan toleran. Daya konseptual
berarti memiliki kemampuan berpikir tajam dan sistematis tentang masalah-masalah
abstrak. Perspektif holistik berarti kemampuan melihat secara menyeluruh.
Kreatif adalah mampu melahirkan gagasan-gagasan baru. Ekspresif mampu menterjemahkan abstrak dan data-data
gambaran yang jelas. Rasa ingin melindungi dari kebaikan masa depan muncul
ketika pilihan-pilihan yang harus diambil dihadapkan pengorbanan jangka pendek
untuk tujuan jangka panjang. Toleransi mendua yaitu kemampuan menganalisis
secara efektif meskipun informasi yang tersedia tidak lengkap atau
bertentangan. Menurut Wall, Mark dan Sobol berpikir
mendua itu menjadi penting karena dalam
perubahan bisa dihadapkan pada keadaan kemenduaan. Adanya
visi yang diterjemahkan dalam berpikir strategi dan pengimplementasiannya perlu
didukung dengan komitmen terhadap apa yang menjadi kebijakan yang sudah
ditetapkan.
Menurut Sull arti penting komitmen tercermin dari komitmen terhadap suatu arah
tindakan karena berani memisahkan masa lalu dengan masa sekarang, komitmen
terhadap sebuah tujuan yang ambisius karena mampu menjelaskan bagaimana
caranya, komitmen untuk memperluas relasi karena harus melakukan kerjasama
dengan mitra atau investor; dan komitmen terhadap filosofi operasional yaitu
menerapkan operasional yang berbeda dengan tradisional (lama) ada
ketidakpastian. Agar
proses perubahan tersebut berhasil maka dalam diri pemimpin diperlukan sifat
yang menunjukan sifat kepemimpinan. Menurut Stogdill sifat menjelaskan bahwa watak individu yang melekat pada diri
pemimpin. Dalam pendekatan teori kepemimpinan ini termasuk teori sifat (thrait theory) dimana
teori ini berhubungan dengan sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Menurut
Maccoby ada 3 sifat yang harus dimiliki yaitu: pertama, suatu sikap penuh
perhatian, penuh hormat dan bertanggungjawab; kedua, keleluasaan terhadap orang dan struktur
organisasi; ketiga, suatu partisipatif terhadap manajemen dan kesediaan membagi
kekuasaan.
Selain sifat seorang pemimpin menurut Kouzes
dan Posner juga harus memiliki kompetensi kepemimpinan yang mengacu pada
catatan prestasi pemimpin dan kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi berdasarkan
penjelasan Amstrong merujuk pada dimensi perilaku atas peran atau perilaku yang
dipersyaratkan. Kompetensi juga merupakan karakteristik atau kepribadian
individual yang bersifat permanen karena dapat mempengaruhi kinerja seseorang.
Karena itu analisis kompetensi menjadi
dasar untuk menciptakan profil kompetensi atau model yang digunakan dalam
manajemen kinerja, seleksi dan pengembangan karir seperti motivasi pencapaian,
dampak dari hasil, kekuatan analisis, berpikir strategis, berpikir kreatif,
ketegasan, keputusan bisnis, manajemen
tim dan kepemimpinan, hubungan interpersonal, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan beradaptasi, dan kemampuan
merencanakan dan mengawasi proyek. Masalah kompetensi
interpersonal menjadi penting juga sejalan dengan pendapat Tjosvold dan Tjosvold bahwa seorang pemimpin
yang akan sukses dalam mempengaruhi dan membina hubungan dengan bawahannya
membutuhkan kompetensi interpersonal. Berdasarkan kajian di
atas dapat dibuat sintesis mengenai kepemimpinan dalam kontek perubahan yaitu
pengaruh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya dengan perilakunya yang
berorientasi kepada bawahan dan
organisasi dengan melakukan tindakan
nyata sehingga orang-orang tergerak untuk melakukan perubahan melalui dimensi menciptakan visi, membangkitkan
komitmen, memiliki sifat dan kompetensi
kepemimpinan.
Hakikat Kinerja Organisasi
Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan, karena pimpinan, atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah
amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah dalam melakukan suatu hal. Bekerja berbeda
dengan kinerja. Seseorang dapat saja bekerja sepanjang hari tetapi tidak
menghasilkan kerja. Sedangkan orang yang memiliki adalah orang yang bekerja dan
menghasilkan produk kerja yang dipersyaratkan. Dalam hal ini seseorang dapat
saja berperilaku kerja tetapi tidak memiliki kinerja, tetapi orang yang
memiliki kinerja mempunyai perilaku kerja yang baik. Prawirosentono mengatakan
bahwa performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung-jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika. Pernyataan itu
menunjukkan bahwa dalam kinerja terdapat hasil kerja, tanggung jawab
kerja, dan kesesuaian kriteria.
Menurut
Ivancevich, Szilgyi, Jr., dan Wallace, Jr., Performance, Than, is an outcome
that occurs as a function of individual organizational behavior,. Kinerja adalah suatu dampak yang
terjadi sebagai fungsi perilaku individu organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja merupakan dampak perilaku yaitu hasil.
Jika seseorang bekerja maka akan ada hasil,
tetapi jika seseorang bekerja tidak menghasilkan sesuatu dampak dalam
bentuk produk kerja, berarti seseorang tersebut tidak memiliki kinerja tetapi
hanya bekerja saja tanpa memenuhi tuntutan kerja yang diinginkan darinya. Pernyataan di atas juga menunjukkan bahwa
bekerja sebagai perilaku, dan produk sebagai hasil kerja merupakan unsur yang
dinilai untuk kinerja seseorang. Lindsay and Petrick juga mengatakan bahwa kinerja merupakan sumbangsih individu dan
sistem untuk menuntaskan tujuan organisasi. Dalam hal ini kinerja dapat diukur dari perilaku dan hasil kerja yang diperoleh.
Menurut Gilbert, kinerja merupakan transaksi antara
perilaku dengan alatnya. Dalam kinerja, perilaku adalah sebuah alat, dan
konsekuensinya adalah tujuan dan kriteria hasil ditentukan konteks pekerjaan.
Kasarnya, orang yang memiliki
kompetensi menghasilkan produk yang bernilai tanpa membayar ongkos perilaku yang berlebihan, Sedangkan berdasarkan taksonomi kerja manusia,
Fleishman, Quaintance dan Broedling mengatakan, bahwa kinerja dapat dikaji dari pelaksanaan tugas melalui pendekatan uraian
perilaku, pendekatan persyaratan perilaku, pendekatan persyaratan kemampuan,
dan pendekatan karakteristik tugas. Dari pernyataan ini dapat diperoleh bahwa
seseorang dikatakan memiliki kinerja bila ia memiliki perilaku kerja yang
sesuai, menyelesaikan pekerjaan hingga selesai dengan biaya yang rendah,
memenuhi kriteria hasil sesuai dengan
konteks kerja yang dilakukan, memiliki kompetensi kerja yang dibutuhkan dan menghasilkan pekerjaan yang sesuai
dengaia tujuan.
Sehubungan dengan aspek pendekatan penilaian kinerja yang
dikemukakan Gilbert, dan di atas, ia juga mengatakan bahwa kinerja dapat dinilai dari kriteria produk yaitu melalui
kriteria kualitas adalah kuantitas, kualitas
dan biaya. Sedangkan kriteria perilaku menurut Rao, adalah:
pengambilan inisiatif dalam mengatasi kesulitan mencapai sasaran, kreativitas
yang terlihat dalam mengatasi berbagai masalah, sumbangan kepada pembentukan
semangat kelompok melalui kerjasama dengan orang lain, sumbangan kepada
pengembangan para karyawan sendiri, dan perilaku-perilaku laku lain yang menonjol. Dengan perkataan lain, kinerja dapat diukur dari kuantitas, kuantitas kerja, biaya produksi,
inisiatif, kreativitas, pemotivasian, bawahan, pengembangan bawahan dan
perilaku yang menonjol lainnya. Sehubungan dengan pengukuran kinerja ini,
Haynes mengatakan bahwa indikator kinerja merupakan hal yang memberitahukan
tentang bagaimana seseorang mengawasi pekerjaan yang sedang ditangani. Hasil
yang diperoleh mencerminkan kemana mereka menggunakan waktu, talenta, energi
dan sumberdaya lain. Untuk itu penilaian harus diberikan kepada empat aspek
yaitu hasil, efektivitas kerja, kemajuan, dan kebiasaan kerja. Dalam hal perilaku kerja, Rao menyatakan bahwa secara
umum indikator perilaku kinerja diindikasikan oleh pencapaian kerja, inisiatif,
kreativitas, kerjasama, sumbangan kepada kemajuan pegawai, dan perilaku kerja
lainnya.
Dengan demikian indikator kinerja adalah kuantitas,
kualitas, biaya produksi, inisiatif, kecakapan kerja, kreativitas, pemotivasian
bawahan, pengembangan bawahan, inisiatif, kreativitas, dan kerjasama. Penilaian
terhadap kinerja seseorang dilakukan oleh seseorang yang banyak berinteraksi
dengannya, pada umumnya atasan seseorang atau teman kerja. Menurut Rao,
penilaian biasanya dilakukan majikan atau orang yang berinteraksi dengan
seseorang, namun majikan atau atasan memiliki waktu yang terbatas sehingga ia dapat
meminta bantuan orang lain atau karyawan sendiri. Adalah benar bahwa para
karyawan barangkali akan menampilkan dirinya dengan cara yang sebaik mungkin.
Tak ada salahnya demikian karena para atasan atau majikan begitu mudah
mendapatkan kelemahan-kelemahan para
karyawannya. Dari uraian pengukuran kinerja disimpulkan bahwa penilai atau yang
memberikan penilaian terhadap kinerja
seseorang antara lain dapat terdiri dari atasan yang tertinggi, atasan langsung, orang yang akan
dinilai, rekan kerja, bawahan, pelanggan,
pengamat lainnya, dan bukan rekanan yang hanya menguntungkan pimpinan serta
dalam rangka mempertahankan jabatannya
semata. Kinerja yang baik
merupakan salah satu sasaran organisasi dalam mencapai produktifitas kerja yang
tinggi. Tercapainya kinerja yang baik tidak terlepas dari kualitas sumber daya
manusia yang baik pula. Dari pengertian di atas, cukuplah untuk dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
individu sesuai dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang
dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi
dimana individu tersebut bekerja.
PENUTUP
Seorang pegawai dituntut untuk
memiliki kemampuan karena ia harus memberikan berbagai pelayanan, juga ia
berhubungan dengan bawahannya, teman sejawat dan atasannya. Dalam tiap tugas
dan pekerjaan yang hendak dilaksanakannya ia harus berkomunikasi dengan orang
lain. Sebagai pegawai, ia merupakan manajer untuk diri sendiri yang menerirna
tugas dan informasi dari atasannya, dan kemudian mengkomunikasikan perintahnya
untuk dilaksanakan. Dengan kemampuan kepemimpinan yang baik maka ia akan mampu
melakukan semua tugas yang ditanggungjawabinya. Hubungan baik dan rasa saling
percaya dapat dibina, dengan pilihan kata dan pemiiihan saluran yang baik,
perintah, pelaksanaan dan pengawasan kerja dapat berlangsung dengan baik.
Dengan rasa saling percaya yang tinggi, maka pegawai dan dapat mempercayai diri
untuk melakukan tugas-tugas tertentu.
Kinerja sebagai hasil kerja
individu diperoleh melalui usaha yang dilakukan dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengawasi berbagai tugas organisasi. Tiap tugas yang
dilaksanakan diiakukan dengan efektif, efisien dan produktif. Efektivitas,
efisiensi dan produktivitas kerja hanya dapat diperoleh bila pegawai mendapat
informasi atau menyampaikan informasi yang tepat. Informasi yang tepat hanya
dapat disampaikan atau diterima dengan baik. Hal ini berarti, bahwa dengan
komitmen kepemimpinan yang tinggi dirasa akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Dengan demikian,
patut diduga bahwa terdapat pengaruh yang kuat dan hubungan positif antara
komitmen kepemimpinan dengan kinerja organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, Vincent,
Sistem Manajemen Kerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan Six Sigma Untuk
Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,PT., 2006.
Samuel, Modern
Management (New Jersey: Prentice-Hall International, Inc., 1997
Daft, Richard L., The Leadership Experience,
Canada: South Western, 2005.
Gareth R. Jones ,
Organizational Theory, New Yersey:Prentice-Hall,Inc, 2001.
Gibson, Ivancevich,
Donnelly,Konopaske ,Organizations, New-York: McGraw-Hill, 2009.
Gibson, James L.
Et.al. Organizations Behavior Structure Processes, Phillippines: McGraw-Hill,
2006.
Kreitner Robert,
Angelo Kinicki , Organizational Behavior, New-York:McGraw-Hill, 2007.
Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika 2009-2014, Jakarta: Sekjen Depkominfo, 2009.
R Edward
Freeman, James A. F. Stoner, Management (New Jersey: Prentice-Hall
International Inc., 1992
Robbins, Stephen
P., Barnwell, Nell, Organizational Theory, New Yersey: Prentice-Hall
International, 1990.
Steers, Richard M.,
Gerardo R.Ungson, Managing Effective Organization:an Introduction, Boston: Kent
Publishing Company, 1985.
Stoner, James A.F.,
R Edward Freeman, dan Daniel R. , Gilbert Jr., Management, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc., 1995.
Wayne Merlin Baty, William C.
Himstreet, Business Communications
Principles
The Result-Driven
Manager (RDM), A Time Saving Guide: Managing Change to Reduce
Resistance (Massachusetts: Harvard Business Scholl Press, 2005), p.60.
Gary Yukl, Leadership
in Organization, Sixth Edition (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2006),
p.286.
Daft, op.cit.,
pp.643-644.
Robert S.
Kaplan dan David P.Norton, Supporting the Change Agenda That Supports
Strategy Execution, dalam The Results-Driven Manager: Managing Change to
Reduce Resistance (Boston, Massachusetts: Harvard Business School Publishing
Corporation, 2005), p.63.
Dan S. Cohen, The
Heart of Change, Field Guide. Tools and Tactics for Leading Change in Your
Organization (USA: Harvard Business School Press, 2005), pp.3-4.
David A.
Whetton dan Kim S. Cohen, Developing
Management Skills, Seventh
Edition (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2007), p.540.
Kotter,1996, ibid.,
p.21.
Suryadi
Prawirosentono, Kebijakan Kinerja Karyawan (Yokyakarta: BPFE-Yogyakarta,
1999), p. 2.
John M.
Ivancevich, Andrew D. Szilgyi, Jr., dan Marce J. Wallace, Jr.,
Organizational Behaviour and Performance
(California: Goodyear Publishing Company, Inc., 1977), p.
M. Lindsay dan
Joseph A. Petrick, Total Quality and Organization Development (Delray
Beach, Florida: St. Lucie Press, 1997), p. 172.